Sejarah Kota Tua Jakarta
Posted By : Santi Ayu, 21 April 2015
Terbentuknya
Kota Tua Jakarta diawali dengan munculnya sebuah kerajaan yang bernama
Padjadjaran, jauh sebelum dikenal Sunda Kalapa. Nama Sunda Kalapa sendiri
merupakan nama resmi tertua dari Kota Jakarta yang terdiri atas dua unsur yaitu
“Sunda” dan “Kalapa”. Nama Sunda dalam Sunda Kalapa baru muncul pada abad ke
10, disebutkan didalam prasasti Kebon Kopi II yang berangka tahun 854 Saka (932
Masehi). Pada masa sekarang ibukota dari Kerajaan Padjdjaran terletak di Batu
Tulis, sebuah daerah yang berada di Bogor, Jawa Barat. Letak ibukota kerajaan
ini dinyatakan dalam Prasasti Batutulis yang berangka tahun 1355 Saka (1433
Masehi), yang menyebutkan sebuah kota bernama Pakuan Padjadjaran.
Bersamaan
dengan perkembangan kerajaan Padjadjaran, datanglah Bangsa Eropa pertama yang
berhasil menginjakkan kaki di Sunda Kalapa yaitu Portugis. Kedatangan Portugis
pertama di Sunda Kalapa pada tahun 1513 Masehi dibawah pimpinan De Alvin.
Ekspedisi kedua bangsa Portugis di bawah pimpinan Henrique Leme, bertujuan
untuk mencari rempah-rempah dan mendirikan benteng perdagangan. Keinginan
Portugis membuat benteng perdagangan di Sunda Kalapa ini terwujud dengan adanya
perjanjian antara Prabu Surawisesa dengan Portugis pada tahun 1522. Perjanjian
ini disebut sebagai perjanjian international pertama yang dilaksanakan di
Nusantara, perjanjian ini dilakukan di Kota Pakuan Padjadjaran dan diabadikan
dalam sebuah Padrao.
Seiring
dengan adanya kerjasama antara kerajaan Padjadjaran dan Portugis, terjadi
perkembangan yang signifikan terhadap kekuasaan Portugis di Sunda Kalapa.
Melihat perkembangan kekuasaan Portugis yang begitu pesat, Kerajaan Demak
dibantu oleh kerajaan Cirebon melakukan penyerangan terhadap Sunda Kalapa
dibawah pimpinan Pangeran Fatahilah pada tahun 1526-1527. Dalam serangan
tersebut Portugis berhasil dikalahkan dan Sunda Kalapa berhasil direbut dari
kekuasaan Portugis. Jatuhnya Sunda Kalapa ke tangan Pangeran Fatahilah menandai
berubahnya nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta pada tahun 1527.
Bangsa
Eropa kedua yang berhasil singgah di Jayakarta adalah Belanda dibawah pimpinan
Cornelis De Houtman dengan tujuan berdagang dan mencari rempah-rempah. Setelah
kedatangan tim ekspedisi Belanda dibawah pimpinan De Houtman, semakin banyaklah
orang Belanda yang datang dan singgah di Jayakarta untuk berdagang
rempah-rempah. Perdagangan yang tidak teratur ini membuat Belanda kalah dengan
Inggris yang telah pula berdagang di Jayakarta. Akhirnya, didirikanlah sebuah
persekutuan dagang Belanda yang bernama Vereenigde Oostindische Compagnie atau
yang biasa disingkat VOC pada tahun 1602. Tujuan didirikannya VOC adalah untuk
untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Asia dan memperkuat diri terhadap
ancaman persatuan dagang Inggris yaitu EIC. Tahun 1619 Belanda merebut
Jayakarta dari Pangeran Fatahillah serta mengganti namanya menjadi Batavia.
Penyerangan ini dipimpin oleh Gubernur Jenderal J.P. Coen. Sekitar 180 tahun
berselang, VOC mengalami kemunduran yang luar biasa akibat banyaknya korupsi
dan ketidakberesan yang terjadi didalam tubuh VOC. Hingga akhirnya pada tahun
1799 VOC resmi dibubarkan, dan berdirilah pemerintahan yang berada langsung
dibawah kerajaan Belanda, diperintah oleh Raja Louis Napoleon.
Setelah
pemerintahan Belanda di Nusantara berada dalam pengawasan langsung Kerajaan
Belanda, maka diangkat beberapa Gubernur Jenderal baru utnuk memerintah dan
bertanggung jawab terhadap Hindia Belanda. Salah satu yang cukup terkenal
adalah Daendels yang memerintah sejak tahun 1808, juga terkenal sebagai
pemimpin yang keras dan disiplin. Keputusan yang dibuat oleh Daendels turut
berperan dalam pembangunan kota Batavia, diantaranya pembangunan pabrik
senjata, pembangunan jalan raya, pembangunan benteng pertahanan dan lain
sebagainya. Pemerintahan Belanda berakhir sepenuhnya di Nusantara setelah
Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang melalui perundingan Linggarjati
pada tahun 1942.
Berakhirnya
masa pemerintahan Belanda di Nusantara bukanlah akhir dari masa penderitaan dan
penjajahan bangsa asing di Nusantara. Dengan ditandatanganinya perjanjian
Linggarjati, kekuasaan atas Nusantara dilimpahkan dari pemerintah Belanda
kepada pemerintah Jepang. Masa pendudukan Jepang di Nusantara tergolong sangat
singkat. Jepang berkuasa sejak tahun 1942 hingga 1945. Dalam propagandanya
Jepang menyebarkan paham 3A yaitu Jepang sebagai pemimpin, pelindung, dan
cahaya Asia. Jepang berharap dengan tampilnya sebagai “kakak besar” bangsa
Indonesia, maka masa pendudukannya akan lebih mudah diterima oleh Rakyat
Indonesia. Tujuan utama dari pendudukan Jepang ini adalah untuk membentuk
persemakmuran berasama dengan Asia Timur Raya. Jepang menjadikan Batavia
bentukan Belanda sebagai pusat kekuatan Jepang. Pada saat Jepang terlibat dalam
perang dunia II, Batavia yang telah berganti nama menjadi Jakarta dijadikan
tempat pelatihan tentara, tempat pemerintahan pusat, serta tempat pemusatan
kekuatan militer Jepang. Jepang juga melatih putera-puteri Indonesia untuk siap
berperang dengan dibentuknya PETA. Demi mengambil hati rakyat Indonesia, Jepang
juga menjanjikan kemerdekaan, salah satu caranya dengan pembentukan Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Maret
1945.
Keputusan
Jepang untuk melibatkan diri dalam Perang Dunia II adalah hal yang fatal. Pada
tahun 1945, Sekutu menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, dua kota
penting milik Jepang. Peristiwa ini dipergunakan oleh pemuda Indonesia untuk
mendesak angkatan tua untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Akhirnya
setelah melalui pertimbangan matang, pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya di Jakarta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur
No. 17. Lokasi pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan adalah rumah dari tokoh
nasional Indonesia yaitu Soekarno. Pada saat pembacaan naskah Proklamasi,
Soekarno ditemani oleh Hatta. Keduanya menjadi Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia pertama. Penyebar luasan berita mengenai Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia dilakukan melalui stasiun radio RRI Jakarta.
Semenjak
kemerdekaan Indonesia di proklamirkan, Jakarta menjadi pusat pemerintahan dan
Ibukota Indonesia. Jakarta pernah kehilangan perannya sebagai ibukota Negara
saat situasi pra kemerdekaan tidak kondusif dan ibukota serta pusat
pemerintahan terpaksa dipindahkan ke Jogjakarta. Namun pemindahan ibukota ini
tidak permanen, sehingga setelah kondisi aman Ibukota dan Pusat pemerintahan
Indonesia dikembalikan ke Jakarta hingga sekarang.
0 komentar:
Posting Komentar