MONUMEN NASIONAL (MONAS) JAKARTA
Posted By : Santi Ayu, 18 April 2015
Lebih dikenal dengan sebutan Monas, merupakan suatu
monumen (tugu) yang melambangkan
keperkasaan perjuangan bangsa Indonesia. Terletak di
tengah lapangan Merdeka, yang salah satu bagiannya yakni
lapangan Ikada, pernah digunakan oleh Soekarno-Hatta sebagai tempat
mengadakan rapat raksasa, guna menghimpun kekuatan rakyat untuk
mengusir penjajah yang akan kembali dan merebut kekuasaan pemerintah
dari Jepang. Dalam membangun Monumen Nasional, Proklamasi 17 Agustus
1945 dijadikan simbol yang dituangkan dalam wujud tugu agar rakyat
selalu bisa mengenang peristiwa yang luar biasa tersebut.
Pelaksanaan pembangunan Monumen Nasional dimulai 17
Agustus 1961 oleh Panitia Monumen Nasional. Dengan
mengambil perencanaan, konstruksi dan material dalam negeri, juga
bantuan luar negeri dari Jepang, Jerman Barat, Italia, dan
Perancis. Pembangunan dilaksanakan dalam dua tahap: Pertama,
dilaksanakan Panitia Monumen Nasional yang diketuai Presiden RI. Tahap
kedua dimulai tahun 1969 dan dilaksanakan oleh Panitia Pembina
Tugu Nasional berdasarkan Keppres No. 314 tahun 1968 yang diketuai
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dan selesai pada tahun 1975.
Sebagai pusat dan jiwa dari Monumen Nasional, maka Tugu
Nasional menyinarkan pengaruh dan daya penariknya baik siang
dan malam hari, bagi segala yang ada di sekitarnya. Senantiasa ia
akan menyambut "Selamat Datang" kepada setiap orang
yang memasuki ibukota RI. Monumen Nasional terbagi atas beberapa
bagian, yakni: Pintu Gerbang Utama, Ruang Museum Sejarah, Ruang
Kemerdekaan, Pelataran Cawan, Puncak Tugu, Api Kemerdekaan,
Badan Tugu. Seluruh ukuran yang terdapat dalam Tugu Nasional sudah
disesuaikan dengan angka keramat 17-08-1945 hari Kemerdekaan Bangsa
Indonesia
Dalam perkembangannya Monas merupakan titik pencar
perkembangan wilayah kota Jakarta. Hal ini dimaksudkan agar diketahui
jelas mengenai bentuk dan arah perkembangan kota Jakarta agar
terjadi perkembangan wilayah kota yang seimbang sesuai dengan
"Rentjana Induk (Master Plan) DCI Djakarta
1965-1985". Sebelum pelaksanaan pembangunan diadakan sayembara
terbuka untuk semua WNI baik secara kolektif atau individu,
yang dibuka 17 Februari 1955 dan ditutup Mei 1956 yang diikuti 51
peserta. Terpilih sebagai peserta terbaik adalah F. Silaban, tetapi ia
tidak mampu memenuhi syarat pembentukan tugu. Sayembara ulangan
dibentuk dengan juri dengan Kepres RI No. 33/1960 dan dimulai 10 Mei
1960. Bentuk tugu yang diinginkan panitia hendaknya mencerminkan
kepribadian Indonesia, karya budaya yang menimbulkan semangat
patriotik, tiga dimensi, tidak rata, menjulang tinggi, terbuat dari
beton, besi, dan batu pualam, serta bisa tahan 1.000 tahun. Dalam
sayembara ulangan yang ditutup 15 Oktober 1960, dari peserta 222
orang dan 136 rancangan, belum juga bisa memenuhi kriteria yang ditetapkan
panitia.
Presiden Soekarno selaku ketua juri lalu menunjuk
arsitek Soedarsono dan F. Silaban untuk membuat rencana rancangan
Tugu Nasional. Setelah "rencana gagasan" disetujui tahun
1961, maka dimulai pemancangan tiang pertama tanggal 17 Agustus 1961.
Dalam pelaksanaannya, Soedarsono bertindak selaku direksi pelaksana, Prof.
Ir. Rooseno sebagai supervisor dalam konstruksi beton bertulangnya,
PN Adhi Karya sebagai pelaksana utama atas dasar upah ditambah jasa.
Dalam hal wewenang kekuasaan daerah, koordinasi, logistik, perjanjian
kerja dengan kontraktor dipegang oleh Umar Wirahadikusuma.
0 komentar:
Posting Komentar